Bukittinggi, 10 September 2025 – Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah (FUAD) UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi kembali menorehkan prestasi akademik dengan sukses menyelenggarakan The 2nd International Conference on Religion and Local Wisdom (ICRL 2025). Konferensi internasional ini digelar sepenuhnya secara daring melalui Zoom pada 9–10 September 2025 dan mengusung tema besar “Resilient Traditions, Emerging Futures”. Tema ini menegaskan pentingnya tradisi dan kearifan lokal bukan sekadar warisan budaya, melainkan sumber daya spiritual dan sosial yang mampu beradaptasi serta memberikan kontribusi nyata bagi masa depan dunia yang tengah dilanda berbagai krisis.
Tema ini lahir dari kesadaran bahwa dunia hari ini menghadapi tantangan besar seperti krisis ekologi, disrupsi digital, dan fragmentasi sosial. Dalam situasi demikian, agama dan kearifan lokal terbukti tidak hanya bertahan, tetapi juga memberikan arah baru bagi perdamaian, solidaritas, dan keberlanjutan hidup. Melalui ICRL 2025, FUAD UIN Bukittinggi membuka ruang dialog akademik dan praksis untuk menggali bagaimana agama dan tradisi lokal dapat menjadi fondasi dalam membangun masa depan yang inklusif, etis, dan berkelanjutan.
Konferensi ini dibuka secara resmi oleh Rektor UIN Bukittinggi, Prof. Dr. Silfia Hanani, yang menegaskan bahwa penyelenggaraan ICRL 2025 sejalan dengan visi besar universitas: “Menjadi Universitas Unggul dalam Keislaman dan Sains Teknologi Berbasis Kearifan Lokal yang Bertaraf Internasional.” Menurutnya, forum seperti ini bukan hanya ajang berbagi pengetahuan, melainkan momentum strategis untuk mempertemukan kearifan lokal dengan percakapan global.
ICRL 2025 menghadirkan enam pembicara kunci dari dalam dan luar negeri. Dr. Christopher Duncan (Rutgers University, Newark-USA) menyoroti bagaimana harmoni antaragama di Maluku Utara dinegosiasikan kembali dalam konteks modern. Ia menjelaskan bahwa globalisasi keagamaan seringkali menimbulkan ketegangan, namun nilai lokal seperti falsafah marimoi ngone futuru (“bersatu kita kuat”) mampu menghadirkan kembali semangat multikulturalisme.
Dari Belanda, Dr. Adrian Perkasa (KITLV Netherlands) mengangkat studi masyarakat Tengger di Jawa Timur. Ia menekankan bagaimana spiritualitas lokal berperan dalam konservasi alam, termasuk hutan dan sumber air, sekaligus menyoroti tantangan baru akibat pariwisata massal dan modernisasi. Sementara itu, Dr. H.E. Sles Nazy (Cambodia University of Management and Technology, Kamboja) berbicara mengenai integrasi multimedia dalam pendidikan Islam. Menurutnya, teknologi digital dapat menjadi sarana penting dalam memperkuat iman sekaligus meningkatkan akses pendidikan di kalangan masyarakat Muslim minoritas di Kamboja.
Dari Indonesia, Dr. Samsul Maarif (Universitas Gadjah Mada) menawarkan perspektif dekolonial dalam melihat agama dan kearifan lokal. Ia mengingatkan bahwa konsep agama dan budaya sering kali dibentuk oleh kolonialitas kekuasaan, sehingga perlu strategi dekolonisasi untuk membangun masyarakat yang lebih adil. Sementara itu, dari tuan rumah, Prof. Dr. Ridha Ahida membedah relevansi teori keadilan John Rawls untuk menjawab tantangan Indonesia menuju Visi Emas 2045. Sejalan dengan itu, Dr. Nurlizam menekankan pentingnya “Ketahanan Sosial dan Perlindungan Anak: Sebuah Pendekatan Tafsir Al-Qur’an.” Ia menegaskan bahwa dalam tradisi tafsir, perlindungan anak tidak hanya aspek moral, tetapi juga merupakan basis fundamental bagi keberlangsungan masyarakat yang tangguh.
Selain sesi pleno dengan keynote speakers, ICRL 2025 juga diwarnai oleh 32 pemakalah paralel yang terbagi dalam 6 sesi tematik. Para presenter berasal dari berbagai kampus nasional maupun internasional, membahas tema-tema mulai dari ekoteologi, tafsir lokal, etika profetik, hingga dakwah digital. Diskusi paralel ini memperlihatkan betapa luasnya kontribusi agama dan kearifan lokal dalam menjawab tantangan modernitas.
Dekan FUAD, Prof. Dr. Syafwan Rozi, M.Ag, menyampaikan bahwa konferensi ini diharapkan memberi manfaat tidak hanya pada ranah akademik, tetapi juga praksis sosial. Ia menekankan bahwa publikasi hasil konferensi akan dipublikasikan dalam jurnal bereputasi terindeks SINTA, jurnal non-SINTA, serta prosiding ber-ISBN, sehingga gagasan para peserta dapat tersebar luas ke komunitas akademik global.
Pada penutupan konferensi, Conference Convenor Dr. Zulfan Taufik mengungkapkan apresiasinya kepada seluruh pihak yang terlibat. Ia menegaskan, “Konferensi ini memberikan platform penting untuk menunjukkan bahwa pengetahuan keagamaan dan kearifan lokal tidak hanya bertahan di tengah disrupsi, tetapi juga aktif membentuk masa depan yang lebih inklusif, etis, dan berkelanjutan.”
Dengan mengusung tema besar “Resilient Traditions, Emerging Futures”, ICRL 2025 membuktikan bahwa agama dan kearifan lokal tidak hanya cerita masa lalu, melainkan fondasi kokoh untuk membangun masa depan bersama. Kehadiran para pemikir, akademisi, dan praktisi dari berbagai negara telah memperlihatkan bagaimana tradisi dan nilai lokal mampu berinteraksi dengan isu-isu global, menjadikan konferensi ini salah satu tonggak penting dalam upaya mengembangkan ilmu pengetahuan yang relevan dengan kebutuhan zaman.