Padang, 6 Februari 2025 – Pascasarjana FISIP Universitas Andalas Padang menjadi tuan rumah workshop bertajuk “Pembatasan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di KUHP 2023: Perspektif Lokal Padang”. Kegiatan ini diselenggarakan atas kerja sama The Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) dan Indonesian Scholar Network for Freedom of Religion or Belief (ISFoRB) dengan tiga universitas di Indonesia, termasuk Universitas Andalas.
Workshop ini menghadirkan Prof. Dr. Silfia Hanani, M.Si, dosen Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah (FUAD) UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi, sebagai narasumber utama. Selain itu, Dr. Zulfan Taufik, yang juga dosen FUAD UIN Bukittinggi, berperan sebagai fasilitator. Turut hadir sebagai narasumber Dr. A Khanif dari ISFoRB.
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai perkembangan regulasi pidana terkait agama dan kepercayaan dalam KUHP 2023. Selain itu, workshop ini juga menjadi ruang diskusi bagi akademisi untuk mengidentifikasi berbagai potensi permasalahan yang mungkin muncul dari implementasi pasal-pasal terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan. Dengan demikian, peserta diharapkan mampu merumuskan strategi dalam menghadapi tantangan hukum dan sosial yang muncul di masyarakat. Tak kalah penting, kegiatan ini juga menjadi ajang untuk membangun jejaring akademisi dan penegak hukum yang memiliki perhatian terhadap isu kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB), sehingga dapat memperkuat kajian akademik serta advokasi kebijakan yang lebih inklusif dan berkeadilan.
Workshop yang berlangsung dari pukul 09.00 hingga 17.00 WIB ini diikuti oleh 25 peserta dari berbagai perguruan tinggi di Sumatera Barat, termasuk lima akademisi dari UIN Bukittinggi. Dalam sesi pemaparannya, Prof. Dr. Silfia Hanani menyoroti konteks lokal Padang dan Minangkabau dalam dinamika keragaman agama dan kepercayaan. Ia menjelaskan bagaimana nilai-nilai budaya Minangkabau yang berlandaskan adat dan Islam memiliki tantangan tersendiri dalam mengelola keberagaman. Menurutnya, prinsip adat “Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah” sering kali dijadikan dasar dalam berbagai kebijakan sosial, tetapi dalam praktiknya masih ditemukan tantangan dalam memastikan perlindungan bagi kelompok minoritas. Oleh karena itu, Prof. Silfia menekankan perlunya keseimbangan antara pelestarian nilai budaya dan pemenuhan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan bagi semua warga.
Sementara itu, Dr. Zulfan Taufik sebagai fasilitator membantu peserta dalam merancang strategi pembelajaran yang dapat menggunakan perspektif KBB. Peserta diajak untuk mengeksplorasi bagaimana prinsip-prinsip kebebasan beragama dan berkeyakinan dapat diintegrasikan dalam berbagai mata kuliah, terutama dalam bidang hukum, sosial, dan humaniora. Dengan metode diskusi dan studi kasus, peserta menyusun rancangan pembelajaran yang lebih sensitif terhadap isu keberagaman, sehingga diharapkan dapat berkontribusi dalam membangun pemahaman yang lebih inklusif di lingkungan akademik.
Diskusi yang berlangsung dinamis sepanjang hari menghasilkan berbagai perspektif dan rekomendasi, termasuk perlunya regulasi turunan yang lebih jelas untuk memastikan perlindungan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan bagi seluruh warga negara. Kegiatan ini diharapkan menjadi langkah awal bagi akademisi dan penegak hukum untuk terus mengkaji kebijakan hukum pidana terkait agama, sehingga implementasinya di masa depan dapat lebih adil dan inklusif.