Dua ratus lima puluhan karya-karya sastra klasik Minangkabau, arsip-arsip bersejarah sejak zaman kolonial hingga awal kemerdekaan, dan manuskrip-manuskrip dari perbendaharaan Muslim, serta karya-karya dosen, hingga benda-benda antik macam koin-koin dan tenun kuno dipergelarkan sepanjang Rabu-Kamis (21-12 November 2018) di Lapangan Tenis, Kampus II, IAIN Bukittinggi.
Para pengunjung tampak bergerombol di sana-sini mengerubungi stan-stan dan asyik berfoto-foto didepan benda-benda yang dipamerkan. Sepanjang dua hari itu, Program Studi Sejarah Peradaban Islam mengangkatkan pameran bertajuk “Merawat Khazanah Klasik, Arsip & Manuskrip, Menyelamatkan Memori Bangsaâ€. Pameran itu merupakan bagian dari FUAD EXPO #1 2018 yang ditaja Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah, IAIN Bukittinggi, dari 21-28 November nanti. Pameran sendiri diisi berbagai kegiatan-kegiatan ilmiah seperti seminar nasional dan diskusi film. Pada hari pertama, diangkat Seminar Nasional bertajuk “Pemanfaatan Khasanah Sastra Klasik, Arsip, dan Manuskrip untuk Kepentingan Risetâ€.
Pada seminar tersebut dihadirkan 3 orang pembicara: Pembicara pertama, Esha Tegar Putra, adalah Magister Susastra dari Universitas Indonesia yang concern kepada penggalian karya-karya sastra klasik terutama yang pernah diterbitkan penerbit fenomenal Bukittinggi, N.V.Nusantara. Pembicara kedua adalah Romi Zarman, peneliti Sejarah Yahudi yang sedang naik daun karena bukunya, Di Bawah Kuasa Antisemistisme, yang menuai polemik di mana-mana. Dia concern menggali arsip-arsip komunitas Yahudi Indonesia zaman kolonial yang nyaris belum tersingkap selama ini. Sementara pembicara ketiga adalah kolektor sekaligus peneliti mumpuni di bidang naskah kuno, filolog dari UIN Syarif Hidayatullah.
Dengan honorium pas-pasan, ketiga pembicara itu tampak antusias meladeni sekitar 100 orang peserta seminar yang tidak kalah antusiasnya. Peserta seminar rata-rata dari mahasiswa, karena para dosen barangkali sibuk mengajar. Mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan nyeleneh macam: Sebagai peneliti sejarah Yahudi, apakah Bapak tidak dituduh sebagai antek-antek Yahudi? Atau pertanyaan seperti: Berapa uang yang dihabiskan untuk memburu buku-buku kuno ini?
Pada hari kedua pameran, kegiatan diisi dengan nonton-bareng (nobar) dan diskusi film The Fall of Ming dan film Empat Lakon Perang Paderi. Film pertama adalah film kolosal Cina tentang bagaimana sebuah dinasti besar jatuh. “Film ini berguna sebagai pengayaan bagi mahasiswa tentang mengapa sebuah kekaisaran yang paling kuat sekalipun bisa ambruk atau collapse,†kata Dedi Arsa, Kordinator Prodi Sejarah Peradaban Islam saat ditemui di ruang pameran hari itu. Sementara film kedua yang ditonton dan didiskusikan adalah film karya budayawan Sumatra Barat yang juga dramawan Indonesia ternama, Wisran Hadi. “Film Perang Paderi ini sebenarnya ada empat bagian, tapi karena keterbatasan waktu, kita tonton dan diskusikan yang terakhir saja, tentang Tuanku Sembahyang atau Syekh Abdul Jalil, kakak kandung Raja Pagaruyung yang menyeberang ke pihak Paderi,†lanjutnya.
Sepanjang dua hari pameran, di buku tamu tercatat, pameran telah dikunjungi oleh lebih dari seratus pengunjung rata-rata setiap harinya. Pengunjung dari berbagai kalangan. Selain dari mahasiswa dan dosen-dosen selingkup IAIN, juga ada yang dari luar. “Mahasiswa-mahasiswa sejarah dari kampus lain di Sumbar yang kami undang ke sini,†terang Yakub, Ketua HMJ Sejarah, sambil memperlihatkan buku tamu pameran. “Sayangnya, pameran ini hanya berlangsung 2 hari, harusnya bisa seminggu, sebab rekan-rekan mahasiswa dari luar masih banyak yang mau datang,†tambahnya.
Pameran sendiri melibatkan beberapa lembaga sebagai kontributor penyumbang koleksi, di antaranya Ruang Kerja Budaya dan Yayasan Peduli Perjuangan PDRI. Sementara kontributar pribadi adalah Esha Tegar Putra yang membawa hampir 60 karya klasik terbitan N.V. Nusantara dan Apria Putra yang memamerkan koleksi naskah kuno milknya.
Dari pameran ini, beberapa mahasiswa kemudian turut terpantik untuk membawa koleksi-koleksi milik keluarganya ke pameran. “Saya tidak tahu mau diapakan, ini dulu peninggalan kakek saya, disimpan ayah,†kata seorang mahasiswa, Annisa, memamerkan koin-koin kuno, tenun antik, dan buku-buku tua berbahasa Arab di ruang pameran. “Di rumah saya juga banyak kertas-kertas tulisan tangan berbahasa Arab, atau mungkin bahasa Arab-Melayu kali Pak, kakek dulu yang punya, tapi tak tahu mau diapakan. Sudah banyak yang rusak,†kata mahasiswa lain.
“Semoga tahun depan, bisa dilaksanakan lagi pameran seperti ini, dengan durasi pameran yang lebih panjang,†kata Dr. Gazali, M.Ag Dekan FUAD, dalam keterangannya.
“Mudah-mudahan nanti Rektor memberi kita satu ruangan khusus untuk FUAD, sebagai tempat menyimpan dan memamerkan koleksi-koleksi arsip dan manuskrip, dan benda-benda peninggalan sejarah lainnya yang amat berharga,†kata Drs. Miswar Munir, M.Ag Wakil Dekan II FUAD, di kesempatan yang sama.
Semoga!
[DA]